Anand Krishna’s Tibet Connection
Pada tahun 1991, dengan keadaan sekarat, bermodalkan penyakit Leukimia dengan tingkat hemoglobin yang sangat rendah, yaitu 2.7 ditambah dengan harta yang sudah terkuras untuk membiayai pengobatan, Bapak Anand Krishna berangkat ke India.
Saat di Bangalore, India. Bapak Anand Krishna mengunjungi sebuah biara Buddha dan langsung meminta inisiasi (diksha) kepada Bhante di sana. Nama Bapak Anand Krishna yang sebelumnya bernama Krishna Kumar Tolaram Gangtani atau dikenal sebagai Kishin T.G dinobatkan sebagai orang baru di jalan pencerahan dan diberi nama Anomadassi – yang artinya, Orang Bijak. Secara tradisional, kini Beliau adalah seorang Samanera atau Shraman – orang baru di jalan spiritual ini.
Di biara tersebut, ada seorang biksu, tinggi, seorang keturunan Tibet dan mengenakan jubah yang berbeda dari biksu lainnya. Ia tidak berasal dari Aliran Buddha yang sama, di tempat itu. Dan biksu tersebut mengajak Bapak Anand Krishna ke Leh dan akan menunggu di Biara Himis besok paginya.
Leh, ibukota Laddakh, adalah sebuah tempat kecil yang terpencil di Himalaya, yang sering disebut sebagai “sisi India dari Tibet”. Leh sangat jauh. Jaraknya ribuan kilometer dari tempat Bapak Anand Krishna berada. Masih dalam kondisi sakit, menderita kanker, ada keraguan saat menerima ajakan tersebut.
Tetapi akhirnya Beliau pergi juga ke Leh dan sesampainya di Biara Himis, Sang Lama menunggu di pintu masuk,”Akhirnya kau datang juga. Selamat datang.”. Ia menunjukkan ruangan yang sangat kecil, 2×2 meter dengan matara di lantai, sebuah bantal, selimut, dan meja duduk.
Bapak Anand Krishna sempat tertidur selama dua jam untuk kemudian dibangunkan oleh suara-suara. Saat itu Beliau merasa seolah-olah telah tidur dalam waktu yang lama. Tubuh Beliau juga terasa lebih baik.
Sang Lama tepat berdiri di depan meja dan berkata ,”Kau telah memilih tempat yang baik untuk mati. Lihatlah Himalaya dengan salju abadinya, dan ada sungai Sindhu dengan alirannya yang tenang. Ini adalah tempat yang indah. Di mana lagi bisa kau temukan tempat seindah ini? Kau sudah melakukan hal yang benar dengan datang ke sini, tempat yang tepat untuk mati.”
Hati Beliau sebenarnya bisa menerima kematian, tetapi pikiran membantah kata-kata Sang Lama tersebut. Mengapa ia terus mengingatkan saya tentang kematian? Sebenarnya Beliau merasa tak nyaman karenanya. Setelah saya pikirkan kembali, beberapa detik kemudian, saya berpikir kembali: “Ia benar. Di sini memang tempat yang tepat untuk mati. Himalaya yang tak pernah mati, Sindhu yang abadi – tempat ini memang sempurna.”
Kematian, inilah saya… Dan setelah menerima kematian, orang baru bebas dari rasa takut, disadari atau tidak bagaimanapun rasa takut adalah rasa takut. Ia menghalangi pertumbuhan jiwa.
Pada hari keempat di Leh. Tubuh Beliau sudah merasa sehat dan perasaan sehat itu muncul dari keindahan. Melihat puncak pegunungan Himalaya, dan mereka nampak indah. Dan keindahannya sungguh hidup.
Masih di Leh, ada sebuah patung seseorang bernama Dharmakirti Svarnadvipi. Ia adalah seorang guru besar meditasi dari Svarnadvipa (Pulau Sumatera, Indonesia). Orang-orang Tibet mengenangnya sebagai Guru dari Atisha – Sang bijak asal India yang membawa ajaran “Tujuh Tali Kebijaksanaan” ke Tibet. Para murid dari anak benua India dan China waktu itu bersedia melakukan perjalanan ke Svarnadvipa hanya untuk bertemu dengan Mahaguru Dharmakirti. Diperlukan berbulan-bulan untuk sampai ke sana dan banyak yang meninggal dalam perjalanan, tak pernah kembali ke tanah kelahiran mereka. Atisha tidak hanya kembali ke India setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di ashram Dharmakirti, tapi juga menyebarkan ajaran-ajaran gurunya tentang Boddhichitta ke Tibet. Dari sana ajaran itu menyebar ke China dan kemudian ke Jepang.
Dan setelah itu, malam-malam terakhir di Leh, Bapak Anand Krishna mendapat penampakan Atisha dan Dharmakirti, seperti sedang menonton serial di televisi tentang kehidupan dan ajaran-ajaran mereka.
Setelah meninggalkan Leh dan berpamitan dengan Sang Lama, Bapak Anand Krishna pada tahun 1991 dan 1995 berusaha mencari keberadaannya tetapi tak seorangpun yang bisa menunjukkan di mana.
Pada tahun 1995, Bapak Anand Krishna mendapat kesempatan bertemu Yang Mulia Dalam Lama ke-14 dalam pengasingannya di India. Kami bicara banyak hal, termasuk ikatan Tibet dengan Indonesia. Saat menanyakan tentang keberadaan Sang Lama misterius tersebut, tiba-tiba Yang Mulia tertawa terbahak-bahak. Dalam tawanya Bapak Anand Krihsna menemukan keberadaan Sang Lama itu.